Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (
DJP) mengatakan bahwa penerapan TER atau Tarif Efektif pada pemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi salah satunya untuk mengikuti standar praktis internasional.
“Kalau kita lihat di beberapa negara lain, penggunaan TER ini juga sudah berlaku secara global yang merupakan Internasional Based Practice, sudah dipergunakan di banyak otoritas pajak di negara-negara lain. Jadi kita tentunya ingin mengikuti ke arah sana agar tidak tertinggal,” kata Kepala Subdirektorat Humas Perpajakan DJP, Inge Diana Rismawanti dalam Podcast Cermati Episode ke-20 yang disiarkan pada Rabu (24/4/2024).
Dalam kesempatan itu, Inge juga mengungkapkan latar belakang penerapan TER pada pemotongan PPh Pasal 21. Dikatakannya, TER ditujukan untuk memberi kemudahan kepada para pemberi kerja dalam melakukan penghitungan untuk pemotongan PPh Pasal 21.
“Jadi sifatnya adalah kesederhanaan, untuk memberikan kemudahan dalam penghitungan PPh Pasal 21,” jelas Inge.
Kemudahannya untuk siapa saja? Pertama, untuk para pemberi kerja karena kalau kita berbicara mengenai skema pemotongan PPh Pasal 21 sebelum ada TER, penghitungannya lumayan ribet,” paparnya.
Kemudian untuk pegawai, dengan adanya TER, adalah untuk memberikan kesempatan kepada mereka melakukan pengecekan pada pemotongan yang sudah dilakukan.
“(Jadi untuk pegawai) bisa menghitung sendiri, termasuk orang awam pun bisa menghitung, karena dia tahu kan berapa jumlah penghasilannya, juga untuk melakukan cek dan ricek atas pemotongan pajak yang dilakukan oleh pemberi kerja,” pungkas Inge.
Benarkah Pajak THR Naik Gara-Gara Skema TER? Ini Penjelasan DJP
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara soal penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 memakai skema tarif efektif rata-rata (TER) yang dianggap masyarakat menambah beban pajak terhadap tunjangan hari raya (THR).
Direktur Peraturan Perpajakan DJP Hestu Yoga, menjelaskan, penerapan skema TER merupakan tarif efektif bulanan yang lebih besar jika dibandingkan bulan sebelumnya.
Ketentuan itu telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 beserta ketentuan turunannya yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168